JAMINAN PENDIDIKAN MASYARAKAT
INDONESIA
MAKALAH
Untuk
Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Pancasila
Yang
Dibina Oleh Bapak Nuruddin Hady
Oleh
Kelompok
V :
1. Erma
Yulianingtyas
2. Aloysia
M. D. Eka
3. Veronika
4. Arifah
Zurotunisa
5. Mar’atus
Solihah
6. Fenti
Mariyaningsih
7. Kurnia
Agustin
OFFERING B
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU
PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN KIMIA
Oktober 2010
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Sila kelima pancasila berbunyi
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Keadilan sosial berarti keadilan
yang berlaku dalam masyarakat di segala bidang kehidupan baik material maupun
spiritual. Seluruh rakyat Indonesia berarti setiap orang yang menjadi rakyat
Indonesia baik yang berdiam di wilayah
kekuasaan Republik Indonesia maupun warga negara Indonesia yang berada di luar
negeri. Jadi, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia berarti bahwa setiap
orang Indonesia mendapat perlakuan adil dalam bidang hukum, politik, sosial,
ekonomi, dan kebudayaan sesuai dengan UUD 1945, makna keadilan sosial mencakup
pula pengertian adil dan makmur.
Oleh karena kehidupan manusia itu
meliputi kehidupan jasmani dan rohani, maka keadilan itupun meliputi keadilan
di dalam pemenuhan tuntuntan-tuntutan hakiki bagi kehidupan jasmani serta
keadilan di dalam pemenuhan tuntutan-tuntutan hakiki bagi kehidupan rohani
dengan kata lain: keadilan itu meliputi keadilan di bidang material dan di
bidang spiritual. Pengertian ini mencakup pula pengertian adil dan makmur yang
dapat dinikmati oleh seluruh bangsa Indonesia secara merata dengan berdasarkan
azas kekeluargaan.
Sila “Keadilan sosial” adalah
tujuan dari empat sila yang mendahuluinya,dan merupakan tujuan bangsa Indonesia
dalam bernegara, yang perwujudannya ialah tata masyarakat yang adil makmur
berdasarkan Pancasila.
Hakikat
pengertian di atas sesuai dengan sumber hukumnya:
(i) Pembukaan
UUD 1945
1. Alinea
kedua:
Dan perjuangan kemerdekaan kebangsaan
Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa,
mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara
Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.
2. Alinea
keempat:
..., maka disusunlah kemerdekaan
kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang
terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan
rakyat dengan berdasar kepada:
..., serta dengan mewujudkan suatu
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
(ii) Pasal-pasal
pada Undang-Undang Dasar 1945
1. Bab
VIII Pasal 23:
(1) Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara ditetapkan tiap-tiap tahun dengan Undang-Undang.
Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui anggaran yang diusulkan
pemerintah, maka pemerintah menjalankan anggaran tahun yang lalu.
(2) Segala
pajak untuk keperluan negara berdasarkan Undang-Undang.
(3) Macam
dan harga mata uang ditetapkan Undang-Undang.
(4) Hal
keuangan negara selanjutnya diatur Undang-Undang.
(5) Untuk
memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan suatu badan pemeriksa
keuangan yang peraturannya ditetapkan dengan Undang-Undang. Hasil pemeriksaan
itu diberitahukan kepada DPR.
2. Bab
X Pasal 27:
(1) ...
(2) Tiap-tiap
warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
3. Bab
XIII
Pasal 31:
(1) Tiap-tiap
warga negara berhak mendapatkan pengajaran.
(2) Pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional yang diatur
dengan Undang-Undang.
Pasal
32: Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia.
4. Bab
XIV
Pasal 33:
(1) Perekonomian
disusun sebagai usaha bersama berdasar azas kekeluargaan.
(2) Cabang-cabang
produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak
dikuasai oleh negara.
(3) Bumi
dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikusai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pasal
34: Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.
(iii) Ketetapan MPR nomor II/MPR/1978 tentang
Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa), memberi
petunjuk-petunjuk nyata dan jelas wujud pengamalan sila keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia sebagai berikut:
1. Mengembangkan
perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan
dan kegotong-royongan
2. Bersikap
adil
3. Menjaga
keseimbangan antara hak dan kewajiban
4. Menghormati
hak-hak orang lain
5. Suka
memberi pertolongan kepada orang lain
6. Menjauhi
sikap pemerasan terhadap orang lain
7. Tidak
bersikap boros
8. Tidak
bergaya hidup mewah
9. Tidak
melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum
10. Suka
bekerja keras
11. Menghargai
hasil karya orang lain
12. Bersama-sama
berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial
Di samping Pembukaan dan Batang Tubuh UUD
1945, juga ketetapan-ketetapan MPR dan MPRS yang masih berlaku dipergunakan
pula sebagai Pedoman Penafsiran Pancasila karena sebagaimana diketahui MPR
adalah pemegang kedaulatan tertinggi (Pasal 1 Ayat 2 UUD 1945 dan Penjelasan
UUD 1945).
Dengan
sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, manusia Indonesia menyadari
hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan
masyarakat Indonesia. Dalam rangka ini, dikembangkan perbuatan yang luhur yag
mencerminkan sikap suasana kekeluargaan dan kegotong-royongan.
Untuk
itu dikembangkan sikap adil terhadap sesama, menjaga keseimbangan antara hak
dan kewajiban serta menghormati hak-hak orang lain. Demikian pula perlu dipupuk
sikap saling memberi pertolongan agar dapat berdiri sendiri. Dengan sikap
demikian ia tidak menggunakan hak miliknya untuk usaha-usaha yang bersifat
pemerasan terhadap orang lain, juga tidak untuk hal-hal yang bersifat
pemborosan dan hidup bergaya mewah serta perbuatan-perbuatan lain yang
bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum. Demikian pula juga dipupuk
sikap suka bekerja keras dan sikap menghargai hasil karya orang lain yang
bermanfaat untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan bersama. Kesemuanya itu
dilaksanakan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan keadilan sosial
Ketentuan-ketentuan yang menunjukan
fungsi sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
1. Kehendak
negara agar perekonomian Indonesia berdasarkan atas azas kekeluargaan.
2. Penguasaan
cabang-cabang produksi yang penting bagi negara serta menguasai hajat hidup
orang bannyak oleh negara.
3. Kehendak
negara agar setiap warga negara Indonesia mendapat perlakuan yang adil di
segala bidang kehidupan baik material maupun spiritual
4. Kehendak
negara agar setiap warga negara Indonesia memperoleh pengajaran secara
maksimal.
5. Kehendak
negara agar kekayaan alam yang terdapat di atas dan di dalam bumi dan air
Indonesia dipergunakan untuk kemakmuran rakyat banyak.
6. Negara
Republik Indonesia mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran
nasional yang pelaksanaannya diatur berdasarkan undang-undang.
7. Pencanangan
bahwa pemerataan pendidikan agar dapat dinikmati seluruh warga negara Indonesia
menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, dan keluarga.
8. Negara
berusaha membentuk manusia Indonesia seutuhnya serta masyarakat Indonesia
seluruhnya demi segera tercapainnya masyarakat yang adil dan makmur.
Nilai-nilai
yang terkandung dalam keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia:
a. Perwujudan
keadilan sosial dalam kehidupan dalam kehidupan sosial atau kemasyarakatan
meliputi seluruh rakyat Indonesia
b. Keadilan
dalam kehidupan sosial terutama meliputi bidang-bidang ideologi, politik,
ekonomi, sosial, kebudayaan dan pertahanan keamanan nasional
(IPOLEKSOSBUDHANKAMNAS)
c. Cita-cita
masyarakat adil makmur, material dan spirituan yang merata bgi seluruh rakyat
Indonesia
d. Keseimbangan
antara hak dan kewajiban, dan menghormati hak orang lain
e. Cinta
akan kemajuan dan pembangunan
f. Nilai
sila V ini diliputi dan dijiwai sila-sila I,II,III, dan IV
Sebelum kemerdekaan, pendidikan di
Indonesia sangatlah menghawatirkan. Mayoritas dari masyarakat kecil tidak bisa
mengenyam pendidikan, tetapi hanya kaum-kaum golongan atas yang bisa menempuhnya.
Hal ini dilakukan oleh Belanda yang menginginkan masyarakat Indonesia semakin
bodoh dan terpuruk, bahkan yang lebih tragis lagi hanya kaum laki-laki yang
bisa bersekolah. Namun dengan adanya RA Kartini, muncullah emansipasi wanita
dengan menyamakan derajat antara kaum laki-laki dan perempuan. Pendidikan di
Indonesia berkembang mengikuti berjalannya waktu hingga saat ini pendidikan di
Indonesia sudah mulai maju dan jaminan itu juga mengembangkan minat bersekolah
dari masyarakat Indonesia. Namun yang disayangkan pada saat ini jaminan
pendidikan untuk masyarakat Indonesia terutama masyarakat kecil hanya digunakan
untuk alat dari kebutuhan individu para penguasa.Untuk masalah kesehatan,
sebenarnya jaminan kesehatan sudah mulai digalakkan untuk masyarakat namun masih
banyak terjadi penyelewengan yang terjadi terutama yang dilakukan oleh aparat
pemerintah. Hal ini bertentangan dengan Pancasila, karena Pancasila merupakan
satu kesatuan bagi negara Indonesia.Tetapi, dalam hal memahami hakekat
pengertiannya sangatlah diperlukan uraian sila demi sila.
Oleh sebab itu sesuai dengan pancasila sila ke
V yang berbunyi “KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA”, pada makalah
ini akan dibahas jaminan-jaminan yang telah dilakukan Pemerintah pada
masyarakat Indonesia terutama di bidang Pendidikan
1.2 Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
keadaan Pendidikan Masyarakat Indonesia?
2. Bagaimana
upaya Pemerintah dalam Pemerataan Jaminan Pendidikan Masyarakat Indonesia?
1.3 Tujuan
1. Untuk
mengetahui keadaan Pendidikan masyarakat Indonesia .
2. Untuk
mengetahui upaya Pemerintah dalam Pemerataan Jaminan Pendidikan Masyarakat
Indonesia.
II.
Pembahasan
2.1 Keadaan Pendidikan Masyarakat
Indonesia
Di saat ini
kondisi pendidikan di Indonesia sungguh memprihatinkan. Pendidikan yang
seharusnya menjadi prioritas utama yang
diharapkan dapat mengentaskan Indonesia dari segala permasalahan bangsa
ternyata sampai saat ini pemerintah hanya menempatkan aspek pendidikan pada
urutan terakhir . Alhasil pendidikan nasional kita kalah jika dibandingkan
dengan negara-negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura, Brunai, Cina negara
yang komunis, bahkan Vietnam, negara yang baru saja merdeka beberapa tahun
lalu. Tidak hanya itu, pendidikan yang harusnya memperoleh pembiayaan yang
layak (menurut hasil amandemen UUD 1945 minimal 20% dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara) ternyata hanya mendapatkan pembiayaan kurang dari 20% masih
kalah dengan anggaran belanja pada aspek pertahanan dan keamanan, selain itu
juga departeman yang menaungi pendidikan yaitu Departemen Pendidikan Nasional
(Depdiknas) ternyata juga lembaga atau institusi sarang penyamun karena banyak
pembiayaan pendidikan yang harusnya digunakan untuk membiayai pendidikan
ternyata digunakan untuk membiayai isi perut oknum pejabat.
Kondisi
pendidikan hanya membuat masyarakat Indonesia harus menjadi miskin. Masyarakat
Indonesia yang mayoritas sudah miskin ditambah lagi dengan penyiksaan di bidang
pendidikan dalam bentuk biaya pendidikan yang semakin mahal. Pendidikan
bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk
menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam
bangku pendidikan.
Contohnya:
mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi
(PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak
bersekolah.Untuk masuk TK dan SDN saja saat ini dibutuhkan biaya Rp 500.000, —
sampai Rp 1.000.000. Bahkan ada yang memungut di atas Rp 1 juta. Masuk
SLTP/SLTA bisa mencapai Rp 1 juta sampai Rp 5 juta.Makin mahalnya biaya
pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan
MBS (Manajemen Berbasis Sekolah). MBS di Indonesia pada realitanya lebih
dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, Komite
Sekolah/Dewan Pendidikan yang merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya
unsur pengusaha.Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas.
Hasilnya, setelah Komite Sekolah terbentuk, segala pungutan uang selalu
berkedok, “sesuai keputusan Komite Sekolah”. Namun, pada tingkat implementasinya,
ia tidak transparan, karena yang dipilih menjadi pengurus dan anggota Komite
Sekolah adalah orang-orang dekat dengan Kepala Sekolah. Akibatnya, Komite
Sekolah hanya menjadi legitimator kebijakan Kepala Sekolah, dan MBS pun hanya
menjadi legitimasi dari pelepasan tanggung jawab negara terhadap permasalahan
pendidikan rakyatnya.
Kondisi
ini akan lebih buruk dengan adanya RUU tentang Badan Hukum Pendidikan (RUU
BHP). Berubahnya status pendidikan dari milik publik ke bentuk Badan Hukum
jelas memiliki konsekuensi ekonomis dan politis amat besar. Dengan perubahan
status itu Pemerintah secara mudah dapat melemparkan tanggung jawabnya atas
pendidikan warganya kepada pemilik badan hukum yang sosoknya tidak jelas.
Perguruan Tinggi Negeri pun berubah menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN).
Munculnya BHMN dan MBS adalah beberapa contoh kebijakan pendidikan yang
kontroversial. BHMN sendiri berdampak pada melambungnya biaya pendidikan di
beberapa Perguruan Tinggi favorit.
Privatisasi
atau semakin melemahnya peran negara dalam sektor pelayanan publik tak lepas
dari tekanan utang dan kebijakan untuk memastikan pembayaran utang. Utang luar
negeri Indonesia sebesar 35-40 persen dari APBN setiap tahunnya merupakan
faktor pendorong privatisasi pendidikan. Akibatnya, sektor yang menyerap
pendanaan besar seperti pendidikan menjadi korban. Dana pendidikan terpotong
hingga tinggal 8 persen (Kompas, 10/5/2005).
Seperti
halnya perusahaan, sekolah dibebaskan mencari modal untuk diinvestasikan dalam
operasional pendidikan. Koordinator LSM Education Network for Justice (ENJ),
Yanti Mukhtar (Republika, 10/5/2005) menilai bahwa dengan privatisasi
pendidikan berarti Pemerintah telah melegitimasi komersialisasi pendidikan
dengan menyerahkan tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan ke pasar. Dengan
begitu, nantinya sekolah memiliki otonomi untuk menentukan sendiri biaya
penyelenggaraan pendidikan. Sekolah tentu saja akan mematok biaya
setinggi-tingginya untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu. Akibatnya, akses
rakyat yang kurang mampu untuk menikmati pendidikan berkualitas akan terbatasi
dan masyarakat semakin terkotak-kotak berdasarkan status sosial, antara yang
kaya dan miskin.
Hal
senada dituturkan pengamat ekonomi Revrisond Bawsir. Menurut dia, privatisasi
pendidikan merupakan agenda Kapitalisme global yang telah dirancang sejak lama
oleh negara-negara donor lewat Bank Dunia. Melalui Rancangan Undang-Undang
Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP), Pemerintah berencana memprivatisasi
pendidikan. Semua satuan pendidikan kelak akan menjadi badan hukum pendidikan
(BHP) yang wajib mencari sumber dananya sendiri. Hal ini berlaku untuk seluruh
sekolah negeri, dari SD hingga perguruan tinggi.
Bagi
masyarakat tertentu, beberapa PTN yang sekarang berubah status menjadi Badan
Hukum Milik Negara (BHMN) itu menjadi momok. Jika alasannya bahwa pendidikan
bermutu itu harus mahal, maka argumen ini hanya berlaku di Indonesia. Di
Jerman, Prancis, Belanda, dan di beberapa negara berkembang lainnya, banyak
perguruan tinggi yang bermutu namun biaya pendidikannya rendah. Bahkan beberapa
negara ada yang menggratiskan biaya pendidikan.
Pemerintahlah
sebenarnya yang berkewajiban untuk menjamin setiap warganya memperoleh
pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan
bermutu. Akan tetapi, kenyataannya Pemerintah justru ingin berkilah dari
tanggung jawab. Padahal keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan bagi
Pemerintah untuk ‘cuci tangan’.
Selain
itu, kualitas pendidikan di Indonesia sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan
antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan
Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian
pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang menunjukkan, bahwa
indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara di
dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998),
dan ke-109 (1999). Menurut survei Political and Economic Risk Consultant
(PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12
negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan
The World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang
rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di
dunia. Dan masih menurut survai dari lembaga yang sama Indonesia hanya
berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di
dunia.
Kualitas
pendidikan Indonesia yang rendah itu juga ditunjukkan data Balitbang (2003)
bahwa dari 146.052 SD di Indonesia ternyata hanya delapan sekolah saja yang
mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Primary Years Program (PYP). Dari
20.918 SMP di Indonesia ternyata juga hanya delapan sekolah yang mendapat
pengakuan dunia dalam kategori The Middle Years Program (MYP) dan dari 8.036
SMA ternyata hanya tujuh sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam
kategori The Diploma Program (DP).
Ditinjau
secara perspektif ideologis (prinsip) dan perspektif teknis (praktis), berbagai
masalah itu dapat dikategorikan dalam 2 (dua) masalah yaitu :
·
Pertama, masalah
mendasar, yaitu kekeliruan paradigma pendidikan yang mendasari keseluruhan penyelenggaran
sistem pendidikan.
·
Kedua,
masalah-masalah cabang, yaitu berbagai problem yang berkaitan aspek
praktis/teknis yang berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan, seperti
mahalnya biaya pendidikan, rendahnya prestasi siswa, rendahnya sarana fisik,
rendahnya kesejahteraaan guru, dan sebagainya.Untuk sarana fisik misalnya,
banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak,
kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak
lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi
tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki
gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan
sebagainya.
Kesempatan
memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat Sekolah Dasar. Data Balitbang
Departemen Pendidikan Nasional dan Direktorat Jenderal Binbaga Departemen Agama
tahun 2000 menunjukan Angka Partisipasi Murni (APM) untuk anak usia SD pada
tahun 1999 mencapai 94,4% (28,3 juta siswa). Pencapaian APM ini termasuk
kategori tinggi. Angka Partisipasi Murni Pendidikan di SLTP masih rendah yaitu
54, 8% (9,4 juta siswa). Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih
sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan
menghambat pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu,
diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi
masalah ketidakmerataan tersebut.
2.2 Upaya Pemerintah dalam Pemerataan Jaminan
Pendidikan Masyarakat Indonesia
Berbagai
solusi yang pernah ditawarkan terkait pemerataan dan perluasan akses pendidikan
adalah dengan memberi subsidi dan pembebasan biaya pendidikan serta dengan
menerapkan alternatif layanan pendidikan.
Opsi
pertama adalah pemberian berbagai program beasiswa, seperti dengan mendorong
keterlibatan masyarakat melalui Gerakan Nasional Orang Tua Asuh, dana Bantuan
Operasional Sekolah (BOS), Bantuan Khusus Sekolah (BKS), dan Bantuan Khusus
Murid (BKM), selain itu juga dengan dibangunnya SMP Terbuka, SMU Terbuka,
Universitas Terbuka, homeschooli ng, pesantren, dan Kejar Paket.
Opsi
kedua adalah meningkatkan akses golongan kurang mampu melalui pembayaran yang
ditangguhkan (deferred payments).
Sederhananya, para mahasiswa dari keluarga kuarang mampu boleh kuliah
dulu dan membayar kemudian.
Opsi
ketiga adalah menjamin pembayaran
kembali melalui pembayaran pinjaman melalui potongan gaji bersamaan dengan
pemungutan pajak penghasilan. Pembayaran melalui pemotongan gaji ini
memungkinkan adanya pembayaran secara progresif. Yang berpendapatan rendah
mengangsur lebih rendah dan yang berpendapatan tinggi mengangsur lebih besar.
Opsi ini pada dasarnya ingin mendorong alokasi anggaran pendidikan dari
kelompok mampu yang tidak lagi menerima subsidi ke kelompok tidak mampu yang
menerima pinjaman untuk mendapatkan akses pendidikan
III. Penutup
3.1 Kesimpulan
1. Kondisi pendidikan di Indonesia
sangat memperihatinkan. Hal ini diakibatkan oleh beberapa faktor, yaitu:
mahalnya biaya pendidikan, kurangnya pemerataan jaminan pendidikan di
Indonesia.
2.
Pemerintah telah mengupayakan peningkatan kualitas pendidikan dengan memberikan kebijakan- kebijakan yang dapat
mebantu masyarakat agar mendapatkan pendidikan secara layak. Diantaranya dengan
Gerakan Nasional Orang Tua Asuh, dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS),
Bantuan Khusus Sekolah (BKS), dan Bantuan Khusus Murid (BKM), selain itu juga
dengan dibangunnya SMP Terbuka, SMU Terbuka, Universitas Terbuka,homeschooli
ng, pesantren, dan Kejar Paket.
3.2 Saran
Bagi
Pemerintah: Pemerintah sebaiknya meningkatkan anggaran pendidikan pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN)
untuk meningkatkan pemerataan jaminan pendidikan di Indonesia dan juga
melaksanakan kebijakan-kebijakan yang telah di tetapkan dengan sebaik-baiknya.
Bagi
masyarakat: menggunakan kesempatan yang telah diberikan pemerintah.
Bagi
pelajar: ikut berpartisipasi dalam
memanfaatkan program pemerintah dengan sebaik-baiknya, semisal : memanfaatkan
beasiswa untuk pelajar yang kurang mampu atau pelajar yang berprestasi
DAFTAR PUSTAKA
Tim
Penulis Jurusan PKP-KN FPIPS. 1987. Pancasila
Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa
Indonesia. Malang: Panitia Penyelenggara OPSPEK dan Penataran P-4 IKIP Malang.
1. Jaminan
Pendidikan Masyarat Indonesia
2. Upaya
Pemerintah dalam pemerataan pendidikan di Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar